MAKALAH
‘’BANK SYARIAH’’
Dosen Pembimbing : Luluk Nur
Farida,S.Sos
Disusun Oleh : Betris Ovalia
Halimah
Inang
Siti Patimah
YAYASAN ABDI BANGSA
PUSAT PENDIDIKAN PROGRAM
KOMPUTER 1 TAHUN
KUALA KAPUAS
KATA PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam. Tak lupa
shalawat serta salam kita hanturkan ke baginda Nabi besar kita, Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga (ahlubait), sahabat (ahlusunah wal jamaah) serta para
pengikutnya hingga akhir zaman.Amien.
Pada
kesempatan kali ini kami dari kelompok 4 akan berusaha mencoba membahas suatu
masalah yang kini sedang diperbincangkan, yaitu pembahasan kelompok kami ialah
Bank Syariah. Kami berusaha seobjektif mungkin meskipun pembahasan kami hanya
sebatas pada kajian pustaka semata, tidak melakukan investigasi pada semua bank
yang akan kami bahas. Namun tidak mengurangi pembahasan kami.
Bank
syariah, bank yang seutuhnya menggunakan hukum Islam, berbeda dengan bank
konvensional yang menggunakan hukum barat (yahudi), meskipun demikian, dongkrak
atau perkembangan yang terjadi saat ini ialah, kini setiap bank berlomba-lomba
untuk merubah system perbankan kepada system syariah, semua itu tak luput dari
akibat krisis global, kita pun tahu bahwa krisis hampir terjadi pada seluruh
bank di dunia termasuk di Indonesia yang menggunakan konsep Barat (yahudi) dan
bank-bank Islam yang menggunakan system syariah.
Sekilas
pengantar yang merupakan testimony dari makalah ini, kami akan menjelaskan
secara utuh, mengenai pengertian hingga bidang unit kerja Bank Syariah. Pada
bab I Merupakan Pendahuluan yang membahas Bank Syariah secara umum, dan pada
bab II Merupakan Pembahasan, mengenai pengertian bank dan syariah secara umum,
sejarah bank syariah, prinsip-prinsip serta bidang usaha yang dilakukan oleh
Bank Syariah. Pada bab III merupakan Kesimpulan dari pembahasan kami.
Demikianlah
pengantar singkat tentang makalah kami, tidak ada kesempurnaan dalam diri
manusia kecuali Allah SWT semata. Masukan serta kritikan berguna bagi kami,
guna penyempurnaan pembahasan yang telah kami lakukan, terimakasih.
Kuala
kapuas, 11 Mei 2013
Penyusun :
Daftar Isi
Kata Pengantar..............................................................................................................i
Daftar
Isi......................................................................................................................ii
BAB I : Pendahuluan
A.Latar
Belakang ............................................................................................1
B.Permasalah....................................................................................................1
BAB II : Tinjauan Pustaka
A.Bank
BNI.....................................................................................................5
B.Simpanan
Bank Syariah...............................................................................6
C.Kredit..........................................................................................
........ ........7
D.Bank
Syariah dan Kesejahteraan Masyarakat. ................................. .........8
BAB III : Penutup
Daftar
Pustaka..........................................................................................
......9
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya
tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan
makmur sebagaimana ditentukan dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah negara Republik Indonesia
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur tersebut
berbagai upaya dilaksanakan oleh semua pihak termasuk perbankan nasional.
Sementara itu
pada pertengahan tahun 1997 krisis ekonomi dan moneter telah menimpa negara
kita yang menurut para pakar diakibatkan kombinasi dari dampak penularan (
contagion ) eksternal dengan kelemahan internal dari struktur ekonomi, sosial
dan politik. Kombinasi gejolak eksternal dan kelemahan internal ini telah
mendorong krisis pada sektor keuangan dan sektor riil yang kemudian menimpa
perbankan nasional.
Kemunduran
ekonomi kapitalis yang menerapkan asas pasar bebas dan ekonomi sosialis dengan
kontrol negara dalam perekonomian secara terpusat, merupakan titik pijak bagi
perkembangan ekonomi syariah. Asas yang didepankan dalam ekonomi syariah adalah
keadilan atau kesetaraan hak dan kewajiban, peniadaan segala bentuk penindasan
atau penggerogotan terhadap pihak lain, serta memiliki dimensi sosiologis.
Pilar utama perekonomian syariah adalah perbankan syariah.
B.
Permasalah
Indonesia adalah negara dengan mayoritas umat islam yang cukup banyak yaitu sebesar 202.867.000jiwa (88,2 % dari total penduduk). Melihat hal tersebut, Indonesia merupakan potensi pasar yang besar bagi perbankan syariah. Namun yang terjadi saat ini, pasar perbankan di Indonesia masih kalah oleh Malaysia dan Pakistan. Masih banyak umat islam Indonesia yang memakai sistem bank konvensional bahkan untuk tabungan haji. Padahal MUI sudah mengharamkan bunga bank konvensional dan menyerukan agar umat islam beralih ke bank syariah. Bila dikaji lebih dalam terdapat 5 permasalahan yang membuat pasar perbankan syariah di Indonesia kurang berkembang yaitu sebagai berikut:
Indonesia adalah negara dengan mayoritas umat islam yang cukup banyak yaitu sebesar 202.867.000jiwa (88,2 % dari total penduduk). Melihat hal tersebut, Indonesia merupakan potensi pasar yang besar bagi perbankan syariah. Namun yang terjadi saat ini, pasar perbankan di Indonesia masih kalah oleh Malaysia dan Pakistan. Masih banyak umat islam Indonesia yang memakai sistem bank konvensional bahkan untuk tabungan haji. Padahal MUI sudah mengharamkan bunga bank konvensional dan menyerukan agar umat islam beralih ke bank syariah. Bila dikaji lebih dalam terdapat 5 permasalahan yang membuat pasar perbankan syariah di Indonesia kurang berkembang yaitu sebagai berikut:
1) Kurangnya
sosialisasi kepada masyarakat
Masyarakat
banyak yang tidak memahami perbedaan antara bank syariah dengan bank
konvensional. Masyarakat hanya diberi tahu kalau bunga bank konvensional riba
tapi tidak mengerti mengapa bunga bank tersebut dikategorikan riba.
Istilah-istilah
bank syariah seperti mudharabah, muarhabah, ijarah, dll pun masih kurang
populer di masyarakat.
2) Pendidikan mengenai
perbankan syariah sulit didapatkan
1
Tidak banyak
kursus atau pelatihan yang tersedia mengenai perbankan syariah, selama ini
pendidikan bank syariah terbatas pada seminar-seminar singkat saja. Di fakultas
ekonomi di universitas terbesar seperti Universitas Indonesia pun, masih belum
banyak mata kuliah tentang perbankan syariah. Karena memadukan ilmu syariah dan
ilmu ekonomi, banyak ahli di salah satu kedua bidang tersebut kurang memahami
bidang lainnya. Sertifikasi pendidikan tenaga kerja di bidang ekonomi syariah
juga bukan persyaratan untuk berkerja di bank syariah.
3)Bank
Syariah lebih mengedepankan tujuan profit daripada fungsi sosialnya
Terdapat kasus
dimana bank syariah memberikan sistem bagi hasil yang memberatkan nasabah. Bagi
hasil dinilai dari penjualan dan bagian untuk bank syariah terlalu besar.
Kondisi ini akhirnya membuat pengusaha terutama UKM beralih ke bank
konvensional yang memberikan kredit berbunga kecil untuk UKM karena beban bunganya
dirasa lebih ringan. Banyak juga terdapat kasus, pengusaha pura-pura rugi agar
tidak membayar bagi hasil untuk bank syariah. Hal ini semakin mendorong bank
syariah untuk memakai sistem bagi hasil dari penjualan.
Karena inggin meniru produk bank konvensional,
bank syariah meniru sistem obligasi dan kartu kredit. Dimana semestinya
pinjaman dari bank syariah seharusnya untuk kredit produktif dan UKM bukan
untuk kredit konsumtif dan konglomerat. Bila dari kredit konsumtif seperti
kartu kredit, maka sulit diketahui darimana cara pembagian hasilnya yang sesuai
syariah, hanya bisa ditagih biaya administrasi saja, karena selain itu adalah
riba (pengembalian pinjaman melebihi pokok).
4)Peraturan mengenai Bank Syariah belum
memadai
UU PPh 2008
menyebutkan bahwa terdapat peraturan perpajakan khusus untuk bank syariah namun
hingga kini peraturan tersebut belum diterbitkan. UU PPN yang lama (sebelum
diperbaharui dengan UU no 42 Thn 2009) tidak menspesifikasi pertauran tentang
perbankan syariah. Secara general, UU PPN pasal 4 hanya membebaskan jasa
pembiayaan dari jasa yang terkena PPN yang akhirnya membuat permasalahan pada
transaksi murahabah. Pada transaksi murahabah, yang sepintas mirip sewa guna
usaha dengan hak opsi, dianggap terjadi transaksi jual-beli sehingga terkena
PPN. Hal ini sangat merugikan bank syariah karena mereka walaupaun tidak
menganggap transaksi murahabah sebagai jasa pinjaman denagn imbalan bunga namun
akibat beban PPN terhadap transaksi tersebut akan menimbulkan dampak ekonomi
beralihnya nasabah dari transaksi tersebut. UU PPn 2009 sudah memberikan
netralitas denagn membebaskan transaksi murahabah dari PPN. Namun belum
mengatur transaksi-transaksi lainnya.
PSAK pun
kesulitan dalam membuat standar akuntansi untuk bank syariah karena selama ini
PSAK hanya berkiblat pada FASB (standar akuntansi USA). Laporan keuangan bank
syariah terbesar seperti Bank Syariah Mandirihanya memperhatikan PSAK no. 59
yang mengatur akuntansi bank syariah secara umum dan PSAK no 101 tentap susunan
laporan keuangannya. Sedangkan PSAK No. 102-110 belum diadopsi secara luas.
5) Sarana dan Prasarana masih kalah
dibandingkan bank konvensional
Bank syariah
masih sulit ditemui cabangnya terutama bila bersaing dengan cabang-cabang bank
konvensional. Banyak bank konvensional yang satu atap dengan cabang
syariahnya.
2
Hal ini membuat ketidakjelasan akan pemisahan
dana yang dikelola untuk sistem
perbankan syariah dengan yang dikelola
oleh sistem perbankan konvensional.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas,
semoga perbankan syariah di Indonesia dapat berbenah diri sehingga
perbankan syariah dapat terus berkembang dengan tidak melupakan tujuan aslinya
yaitu memberikan fasilitas lembaga keuangan masyarakat yang terbebas dari unsur
riba dan unsur haram lainnya
2.
TUJUAN BANK BNI SYARIAH
Perbankan BNI syariah
atau perbankan Islam (al-Mashrafiyah al-Islam iyah) adalah suatu sistem
perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan
sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau
memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk
berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan
konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya,
misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram,
usaha
media atau hiburan lain-lain.
Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam , namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia
Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam , namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia
Ada beberapa tujuan dari perbankan Islam
. Diantara para ilmuwan dan para professional Muslim berbeda pendapat mengenai
tujuan tersebut.
Menurut Handbook of Islam ic Banking, perbankan Islam ialah menyediakan fasilitas keuangan dengan cara mengupayakan instrument-instrumen keuangan (Finansial Instrumen) yang sesuai denga ketentuan dan norma syari’ah. Menurut Handbook of Islam ic Banking, bank Islam berbeda dengan bank konvensional dilihat dari segi partisipasinya yang aktif dalam proses pengembangan sosial ekonomi negara-negara Islam yang dikemukakan dalam buku itu, perbankan Islam bukan ditujukan terutama untuk memaksimalkan keuntungannya sebagaimana halnya sistem perbankan yang berdsarkan bunga, melainkan untuk memberikan keuntungan sosial ekonomi bagi orang-orang muslim. Dalam buku yang berjudul Toward a Just Monetary System, Muhammad Umar Kapra mengemukakan bahwa suatu dimensi kesejahteraan sosial dapat dikenal pada suatu pembiayaan bank. Pembiayaan bank Islam harus disediakan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam . Usaha yang sungguh-sungguh yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa pembiayaan yang dilakukan bank-bank Islam tidak akan meningkatkan konsentrasi kekayaan atau meningkatkan konsumsi meskipun sistem Islam telah memiliki pencegahan untuk menangani masalah ini.
Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh pengusaha sebanyak-banyaknya yang bergerak dibidang industri pertanian dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
Para banker Muslim beranggapan bahwa peranan bank Islam semata-mata komersial berdasarkan pada instrumen-instrumen keuangan yang bebas bunga dan ditunjukkan untuk menghasilkan keuangan finansial. Dengan kata lain para banker muslim tidak beranggapan bahwa suatu bank Islam adalah suatu lembaga sosial, dalam suatu wawancara yang dilakukan oleh Kazarian, Dr Abdul Halim Ismail, manajer bank Islam Malaysia berhaj, mengemukakan,
Menurut Handbook of Islam ic Banking, perbankan Islam ialah menyediakan fasilitas keuangan dengan cara mengupayakan instrument-instrumen keuangan (Finansial Instrumen) yang sesuai denga ketentuan dan norma syari’ah. Menurut Handbook of Islam ic Banking, bank Islam berbeda dengan bank konvensional dilihat dari segi partisipasinya yang aktif dalam proses pengembangan sosial ekonomi negara-negara Islam yang dikemukakan dalam buku itu, perbankan Islam bukan ditujukan terutama untuk memaksimalkan keuntungannya sebagaimana halnya sistem perbankan yang berdsarkan bunga, melainkan untuk memberikan keuntungan sosial ekonomi bagi orang-orang muslim. Dalam buku yang berjudul Toward a Just Monetary System, Muhammad Umar Kapra mengemukakan bahwa suatu dimensi kesejahteraan sosial dapat dikenal pada suatu pembiayaan bank. Pembiayaan bank Islam harus disediakan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam . Usaha yang sungguh-sungguh yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa pembiayaan yang dilakukan bank-bank Islam tidak akan meningkatkan konsentrasi kekayaan atau meningkatkan konsumsi meskipun sistem Islam telah memiliki pencegahan untuk menangani masalah ini.
Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh pengusaha sebanyak-banyaknya yang bergerak dibidang industri pertanian dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
Para banker Muslim beranggapan bahwa peranan bank Islam semata-mata komersial berdasarkan pada instrumen-instrumen keuangan yang bebas bunga dan ditunjukkan untuk menghasilkan keuangan finansial. Dengan kata lain para banker muslim tidak beranggapan bahwa suatu bank Islam adalah suatu lembaga sosial, dalam suatu wawancara yang dilakukan oleh Kazarian, Dr Abdul Halim Ismail, manajer bank Islam Malaysia berhaj, mengemukakan,
3
(sebagaimana
bisnis muslim yang patuh, tujuan saya sebagai manajer dari bank tersebut (bank
Malaysia Berhaj) adalah semata-mata mengupayakan setinggi mungkin keuntungan tanpa
menggunakan instrumen-instrumen yang di ambil dari pihak nasabah berdasarkan
bunga).
Dorongan
Perbankan Islam didasarkan pada keinginan untuk tunduk kepada Instruksi Ilahi
pada semua transaksi, terutama yang melibatkan pertukaran uang uang. Namun,
akan sangat tidak adil untuk membatasi Perbankan Islam untuk penghapusan riba
saja.
Riba hanyalah salah satu elemen yang tidak diinginkan utama dari suatu transaksi ekonomi, yang lainnya adalah gharar (ketidakpastian) dan Qimar (spekulasi). Sementara penghapusan aspek-aspek yang tidak pantas dalam transaksi memang tujuan penting dari sistem perbankan Islam , itu tidak berarti tujuan akhirnya.
Di jantung Perbankan Islam adalah suatu sistem transaksi komersial yang tidak hanya menyediakan mode Halal transaksi komersial dengan menghindari apa yang menjengkelkan dan tidak pantas, tetapi juga menumbuhkan etika, praktek yang adil dan adil.
Unsur kunci dari ekonomi Islam adalah distribusi manfaat yang adil terhadap berbagai faktor produksi. Sistem ekonomi Islam berusaha sistem keadilan Redistributif dimana konsentrasi kekayaan di tangan sejumlah orang adalah balas dan aliran uang ke dalam perekonomian fasih. Perbankan Islam , oleh karena itu, dipandang sebagai lynchpin untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial dari sistem ekonomi Islam .
1. Tujuan Adanya Bank Syariah
Bank syariah mempunyai beberapa tujuan di antaranya sebagai berikut:
a) Mengarahkan kegiatan ekonomi ummat untuk bermualamalat secara Islam , khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktek- praktek riba atau jenis- jenis usaha/ perdagangan lain yang mengandung unsure gharar(tipuan), dimana jenis usaha tersebut selain di larang dalam Islam , juga telah menimbulkan dampak negative terhadap kehidupan ekonomi rakyat.
b) Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amamt besar antara pemilik modal dengan pihak membutuhkan dana.
c) Untuk meningkatkan kualitas hidup ummat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang di arahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha
d) Untuk menaggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program utama dari Negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank syariah di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol kebersamaannya dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan consumen, program pengembangan moda kerja, dan program pengembangan usaha bersama.
e) Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi di akibatkan adanay inflasi, menghindari persaiangan yang tidak sehat antara lembaga keungan.
f) Untuk menyalamatkan ketergantungan ummat Islam terhadap bank non-syariah.
Riba hanyalah salah satu elemen yang tidak diinginkan utama dari suatu transaksi ekonomi, yang lainnya adalah gharar (ketidakpastian) dan Qimar (spekulasi). Sementara penghapusan aspek-aspek yang tidak pantas dalam transaksi memang tujuan penting dari sistem perbankan Islam , itu tidak berarti tujuan akhirnya.
Di jantung Perbankan Islam adalah suatu sistem transaksi komersial yang tidak hanya menyediakan mode Halal transaksi komersial dengan menghindari apa yang menjengkelkan dan tidak pantas, tetapi juga menumbuhkan etika, praktek yang adil dan adil.
Unsur kunci dari ekonomi Islam adalah distribusi manfaat yang adil terhadap berbagai faktor produksi. Sistem ekonomi Islam berusaha sistem keadilan Redistributif dimana konsentrasi kekayaan di tangan sejumlah orang adalah balas dan aliran uang ke dalam perekonomian fasih. Perbankan Islam , oleh karena itu, dipandang sebagai lynchpin untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial dari sistem ekonomi Islam .
1. Tujuan Adanya Bank Syariah
Bank syariah mempunyai beberapa tujuan di antaranya sebagai berikut:
a) Mengarahkan kegiatan ekonomi ummat untuk bermualamalat secara Islam , khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktek- praktek riba atau jenis- jenis usaha/ perdagangan lain yang mengandung unsure gharar(tipuan), dimana jenis usaha tersebut selain di larang dalam Islam , juga telah menimbulkan dampak negative terhadap kehidupan ekonomi rakyat.
b) Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amamt besar antara pemilik modal dengan pihak membutuhkan dana.
c) Untuk meningkatkan kualitas hidup ummat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang di arahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha
d) Untuk menaggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program utama dari Negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank syariah di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol kebersamaannya dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan consumen, program pengembangan moda kerja, dan program pengembangan usaha bersama.
e) Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi di akibatkan adanay inflasi, menghindari persaiangan yang tidak sehat antara lembaga keungan.
f) Untuk menyalamatkan ketergantungan ummat Islam terhadap bank non-syariah.
4
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Bank BNI Syariah
1. Pengertian Bank BNI Syariah
Menurut UU No. 10 Tahun 1998 dalam buku
Sofyan S. Harahap, dkk (2005 : 3), pengertian bank dan prinsip syariah sebagai
berikut,
Bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Prinsip syariah adalah
aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan
dana atau pembiayaan kegiatan lainnya yang dinyatakan dengan syariah.
Menurut Heri Sudarsono (2003 : 27), ”Bank BNI
syariah adalah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan kredit
dan jasa-jasa lain
dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang
yang beroperasi disesuaikan
dengan prinsip- prinsip
syariah.”
2. Fungsi bank BNI syariah
Fungsi
bank syariah yaitu
Manajer
investasi. Bank BNI syariah merupakan
manajer investasi dari pemilik dana dan
dari dana yang dihimpunnya. Besar
kecilnya pendapatan yang diterima oleh pemilik dana sangat tergantung pada
pendapatan yang diterima oleh bank syariah dalam mengelola dana yang
dihimpunnya serta padakeahlian, kehati-hatian dan professionalismenya Investor.
Dalam penyaluran dana, bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik dana).
Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas
pembayaran. Dalam hal ini bank syariah dapat melakukan berbagai kegiatan jasa
pelayanan perbankan sebagaimana lazimnya, seperti transfer uang. Pelaksana
kegiatan sosial. Sebagai ciri yang meleka pada entitas keuangan syariah, bank
Islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola zakat serta
dana-dana sosial lainnya.
3. Tujuan Bank Syariah
Bank syariah mempunyai beberapa tujuan
diantaranya:
Mengarahkan
kegiatan ekonomi umat untuk ber-muamalat secara Islam, khususnya muamalat yang
berhubungan dengan perbankan. Agar terhindar dari praktek-praktek riba atau
jenis-jenis usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan).
Dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam juga dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat.
Untuk
menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapat melalui kegiatan invetasi. Gunanya
agar tidak terjadi kesenjangan yang amat
besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana.
Untuk meningkatkan kualitas
hIdup umat dengan jalan
membuka peluang berusaha yang
lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang
produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha. Untuk menanggulangi masalah
kemiskinan,
5
yang
pada umumnya merupakan program utama dari
negara-negara yang sedang berkembang. Upaya syariah di dalam
mengentaskan kemiskinan ini berupa
pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari
siklus usaha yang lengkap seperti program
pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pengembangan modal
kerja dan program pengembangan usaha bersama. Untuk
menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan
mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan adanya inflasi,
menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan.
B.
Simpanan Bank Syariah
Status modal
adalah mutlak milik pemilik modal/shohibul mal dan status agen adalah orang
yang mengelola modal/uang milik pemodal untuk usaha perdagangan . Namun hal ini
tidak berlaku pada sistem perbankan syariah. Bank syari’ah memiliki status
ganda, yaitu sebagai pemodal dan juga sebagai agen dalam satu waktu.
Bank
berperan sebagai pelaku usaha, yaitu ketika pada pagi hari, bank berhubungan dengan
nasabah (kreditur) pemilik modal. Namun dalam sekejap status ini berubah,
dimana pada siang harinya bank berperan sebagai pemodal, yaitu jika bank
berhadapan dengan pelaku usaha yang membutuhkan modal usaha. Status ganda yang
diperankan oleh bank ini membuktikan bahwa akad yang sebenarnya dijalankan
selama ini adalah akad hutang piutang dan bukan akad mudharabah.
Jika
bank berkilah bahwa dana titipan nasabah berbentuk wadhiah yad dhamanah (barang
titipan yang bisa dipergunakan), dimana bank memiliki hak untuk menggunakannya,
hal itu hanyalah akal-akalan hukum saja (pemelintiran istilah dayn/qard menjadi
wadi’ah) agar bank memiliki legalitas mengelola titipan uang nasabah dan
selanjutnya dapat menjalankan skenario mudharabah sebagai pemilik modal. Perlu diketahui,
bahwa hukum asal barang titipan adalah mubah dengan ketentuan si penerima
titipan wajib menjaga amanah barang yang dititipinya dan tidak boleh
menggunakan barang titipan tersebut baik seizin maupun tanpa izin pemilik
barang. Apabila ketentuan ini dilanggar, maka si penerima titipan telah
berkhianat karena tidak dapat menjalankan amanah.
Celakanya,
dana nasabah yang berupa titipan/wadi’ah itu digunakan oleh bank untuk
disalurkan kepada pihak ketiga, yaitu para pengusaha yang memerlukan modal
usaha melalui skema mudharabah/bagi hasil, dimana bank bertindak sebagai
pemilik modal/shohibul maal sedangkan pengusaha sebagai agen/mudharib.
Kerancuan hukum mulai tampak pada skema mudharabah ini. Dana nasabah (wadi’ah)
yang seharusnya dijaga dan tidak boleh dipergunakan, namun bank
mempergunakannya untuk kepentingan bisnis demi mencari keuntungan dengan
menyalurkan kembali kepada pihak ketiga. Dengan demikian, dalam pandangan Hukum
Islam akad mudharabah versi bank syari’ah ini tidak dibenarkan dan berubah akadnya
menjadi akad qard/dayn (peminjaman/piutang) karena bank memiliki hak
kepemilikan utuh atas dana nasabah yang dititipkannya dan selanjutnya dana
tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan kontrak bisnis yang mendatangkan
keuntungan. Dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa setiap piutang yang
mendatangkan kemanfaatan/ keuntungan, maka itu adalah riba.
6
Status
berikutnya, yaitu bank bertindak sebagai mudharib (agen) juga tidak bisa
diterima. Alasannya adalah ketika pemilik modal (nasabah) membuat kontrak mudharabah
kepada pihak bank dengan cara menunjuk pihak bank sebagai pihak kedua
(mudharib) yang akan mengelola dana nasabah dalam pembiayaan suatu usaha,
ternyata bank melanggar kontrak tersebut. Hal ini terjadi karena bank tidak
memilik usaha sektor riil yang akan mendatangkan keuntungan usaha, melainkan
hanya produk perbankan yang semuanya sebatas pembiayaan dan pendanaan. Peran
perbankan hanya penyalur dana nasabah dan tidak berperan sebagai pelaku usaha
(mudharib) karena takut menanggung resiko usaha serta ingin mendapatkan
keuntungan saja. Dikarenakan bank tidak memiliki usaha riil, maka lagi-lagi
bank menyalurkan dana nasabah kepada pihak ketiga yang memerlukan modal usaha
sebagaimana skema mudaharabah dengan menggunakan dana titipan nasabah (wadi’ah).
C. Kredit
1. Pengertian Kredit
Kata
“kredit” berasal dari bahasa Latin credere yang berarti percaya atau to
believe atau to
trust. Oleh karena
itu, dasar pemikiran persetujuan pemberian kredit oleh suatu lembaga
keuangan atau bank kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan
(faith). Berikut beberapa definisi kredit:
Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan
yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli
produk dan membayarnya kembali dalam
jangka waktu yang ditentukan. Menurut Undang-undang Perbankan
pasal 1 ayat 11 UU No.10 tahun 1998
menyebutkan bahwa kredit adalah
“penyediaan uang atau tagihan yng dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
denganpihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga.”
Jika seseorang
menggunakanjasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga.
Menurut Tjoekam (2000:1) pengertian
kredit bila dikaitkan dengan kegiatan usaha, berarti: Suatu kegiatan memberikan nilai ekonomi (economic value) kepada seseorang
atau badan usaha berlandaskan kepercayaan saat itu, bahwa nilai
ekonomi yang sama akan
dikembalikan kepada kreditur (bank) setelah jangka
waktu tertentu sesuai dengan
kesepakatan yang sudah disetujui antara kreditur (bank) dan
debitur (user).
Menurut
Sastradipoera (2001) dalam Tjoekam (2000:2) kredit dapat didefinisikan dengan empat
cara:
a. Kredit dianggap
sebagai waktu yang
diberikan untuk membayar barang atau jasa yang dijual atas
kepercayan.
b. Kredit
merupakan penyediaan uang atau tagihan (yang disamakan dengan uang) berdasarkan
persepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang
dalam hal ini
peminjam berkewajiban melunasi
kewajibannya setelah jangka waktu tertentu dengan (biasanya) sejumlah bunga yang
ditetapkan lebih dahulu.
c. Kredit
adalah kepercayaan yang diberikan
berhubungan dengan kekayaan yang
7
diserahkan
atas janji pembayaran kelak.
d. Kredit
adalah dana yang tersimpan dalam perkiraan bank.
D. Bank Syariah dan
Kesejahteraan Masyarakat
Bank Syariah adalah tulang punggung berkembang atau tidaknya
ekonomi syariah. Oleh karena itu kegagalan bank syariah bisa dibaca sebagai
kegagalan ekonomi syariah. Ada sejumlah alasan mengapa institusi keuangan
konvensional yang ada sekarang ini mulai melirik sistem syariah, antara lain
pasar yang potensial karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan
kesadaran mereka untuk berperilaku bisnis secara Islami.
Potensi ini menjadi modal bagi perkembangan ekonomi umat di masa
datang. Selain itu, terbukti bahwa institusi ekonomi yang menerapkan prinsip
syariah, mampu bertahan di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Di
sektor perbankan saja misalnya, sampai tahun 2010 nanti jumlah kantor cabang
bank-bank syariah diperkirakan akan mencapai 586 cabang. Prospek perbankan
syariah di masa depan diperkirakan juga akan semakin cerah.
Bank-bank yang ada sekarang bisa memanfaatkan kebijakan
dihilangkannya Batas Minimum Penyaluran Kredit (BMPK) untuk melakukan
penyertaan pada bank lain. Ini satu kesempatan bagi bank untuk membuka
unit-unit syariah. Misalnya bank A yang merupakan bank konvensional, dia bisa
melakukan penyertaan di bank syariah tanpa dibatasi oleh BMPK. Di masa lalu
batasnya 10 persen, sekarang tidak ada lagi.
Selain perbankan, sektor ekonomi syariah lainnya yang juga mulai
berkembang adalah asuransi syariah. Prinsip asuransi syariah pada intinya
adalah kejelasan dana, tidak mengadung judi dan riba atau bunga. Sama halnya
dengan perbankan syariah, melihat potensi umat Islam yang ada di Indonesia,
prospek asuransi syariah sangat menjanjikan. Dalam sepuluh tahun ke depan
diperkirakan Indonesia bisa menjadi negara yang pasar asuransinya paling besar
di dunia.
Seorang CEO perusahaan asuransi syariah asal Malaysia, Syed Moheeb
memperkirakan, tahun 2008 mendatang asuransi syariah bisa mencapai 10 persen market
share asuransi konvensional. Data dari Asosiasi Asuransi Syariah di
Indonesia menyebutkan, tingkat pertumbuhan ekonomi syariah selama 5 tahun
terakhir mencapai 40 persen, sementara asuransi konvensional hanya 22,7 persen.
Perbankan dan asuransi, hanya salah satu dari industri keuangan
syariah yang kini sedang berkembang pesat. Pada akhirnya, sistem ekonomi
syariah akan membawa dampak lahirnya pelaku-pelaku bisnis yang bukan hanya
berjiwa wirausaha tapi juga berperilaku Islami, bersikap jujur, menetapkan upah
yang adil dan menjaga keharmonisan hubungan antara atasan dan bawahan.
Bisa dibayangkan kesejahteraan yang bisa dinikmati umat jika
penerapan ekonomi syariah ini sudah mencakup segala aktivitas ekonomi di
Indonesia. Peluang penerapan ekonomi syariah masih terbuka luas. Belum lagi
munculnya Baitul Maal Wa Tamlil (BMT)
yang tumbuh bak jamur di musim hujan, menyemarakkan dinamika
perekonomian wong
cilik. Bayangkan, rentenir mulai resah dengan hadirnya BMT di
pasar-pasar tradisional. Sektor riil bergulir, masyarakat terbantu, BMT
bersinergi dengan Bank Syariah, mengucurkan dananya langsung ke masyarakat.
8
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran. Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekokomi, dan prinsip kehati-hatian. Di
dalam bank syariah terdapat suatu badan yang tidak ada di dalam bank-bank
konvesional yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini memiliki tugas untuk
meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap
produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang
diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Buku :
Adrian Sutedi. Perbankan Syariah
,Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum.Ghalia Indonesia. Bogor.2009.
Hirsanuddin.Hukum Perbankan Syariah di Indonesia.Genta Press,Yogyakarta.2008.
Hirsanuddin.Hukum Perbankan Syariah di Indonesia.Genta Press,Yogyakarta.2008.
Muhammad.Manajemen Dana Bank
Syariah.Penerbit Ekonosia.Yogyakarta,2004.
Syaiful Watni,Suradji,Sutriya. Analisis dan
Evaluasi Hukum Tentang Perbankan Syariah di Indonesia.Badan Pembinaan Hukum
Nasional,Jakarta,2003.
Warkum Sumitro. Asas-asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait.Bamui,Takaful dan Pasar Modal Syariah di Indonesia. PT.RajaGrafindo Persada,Jakarta,2004.
Warkum Sumitro. Asas-asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait.Bamui,Takaful dan Pasar Modal Syariah di Indonesia. PT.RajaGrafindo Persada,Jakarta,2004.
Tim Penulis DSN MUI,Himpunan
Fatwa Dewan Syariah Nasional,Jakarta,DSN MUI dan Bank Indonesia.
Peraturan :
Undang-Undang No.21 Tahun 2008
Undang-Undang No.10 Tahun 1998
Undang-Undang No.7 Tahun 1992
Undang-Undang No.21 Tahun 2008
Undang-Undang No.10 Tahun 1998
Undang-Undang No.7 Tahun 1992
Syva Tabibah
@Syva_Iconia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar