Sabtu, 25 Mei 2013

BAnk Syariah




MAKALAH
‘’BANK SYARIAH’’

      Dosen Pembimbing : Luluk Nur Farida,S.Sos
       Disusun Oleh  : Betris Ovalia
                                 Halimah
    Inang
    Siti Patimah

YAYASAN ABDI BANGSA
PUSAT PENDIDIKAN PROGRAM
 KOMPUTER 1 TAHUN
KUALA KAPUAS








KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam. Tak lupa shalawat serta salam kita hanturkan ke baginda Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga (ahlubait), sahabat (ahlusunah wal jamaah) serta para pengikutnya hingga akhir zaman.Amien.
Pada kesempatan kali ini kami dari kelompok 4 akan berusaha mencoba membahas suatu masalah yang kini sedang diperbincangkan, yaitu pembahasan kelompok kami ialah Bank Syariah. Kami berusaha seobjektif mungkin meskipun pembahasan kami hanya sebatas pada kajian pustaka semata, tidak melakukan investigasi pada semua bank yang akan kami bahas. Namun tidak mengurangi pembahasan kami.
Bank syariah, bank yang seutuhnya menggunakan hukum Islam, berbeda dengan bank konvensional yang menggunakan hukum barat (yahudi), meskipun demikian, dongkrak atau perkembangan yang terjadi saat ini ialah, kini setiap bank berlomba-lomba untuk merubah system perbankan kepada system syariah, semua itu tak luput dari akibat krisis global, kita pun tahu bahwa krisis hampir terjadi pada seluruh bank di dunia termasuk di Indonesia yang menggunakan konsep Barat (yahudi) dan bank-bank Islam yang menggunakan system syariah.
Sekilas pengantar yang merupakan testimony dari makalah ini, kami akan menjelaskan secara utuh, mengenai pengertian hingga bidang unit kerja Bank Syariah. Pada bab I Merupakan Pendahuluan yang membahas Bank Syariah secara umum, dan pada bab II Merupakan Pembahasan, mengenai pengertian bank dan syariah secara umum, sejarah bank syariah, prinsip-prinsip serta bidang usaha yang dilakukan oleh Bank Syariah. Pada bab III merupakan Kesimpulan dari pembahasan kami.
Demikianlah pengantar singkat tentang makalah kami, tidak ada kesempurnaan dalam diri manusia kecuali Allah SWT semata. Masukan serta kritikan berguna bagi kami, guna penyempurnaan pembahasan yang telah kami lakukan, terimakasih.



                                                                                    Kuala kapuas, 11 Mei 2013
                                                                                                    Penyusun  :
                                                                                                 
                                                                                               


                                 




                                Daftar Isi

Kata Pengantar..............................................................................................................i
Daftar Isi......................................................................................................................ii
BAB I : Pendahuluan
            A.Latar Belakang ............................................................................................1
            B.Permasalah....................................................................................................1
BAB II : Tinjauan Pustaka
            A.Bank BNI.....................................................................................................5
            B.Simpanan Bank Syariah...............................................................................6
            C.Kredit.......................................................................................... ........ ........7
            D.Bank Syariah dan Kesejahteraan Masyarakat. ................................. .........8
BAB III : Penutup
            Daftar Pustaka.......................................................................................... ......9


                 






BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana ditentukan dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur tersebut berbagai upaya dilaksanakan oleh semua pihak termasuk perbankan nasional.
Sementara itu pada pertengahan tahun 1997 krisis ekonomi dan moneter telah menimpa negara kita yang menurut para pakar diakibatkan kombinasi dari dampak penularan ( contagion ) eksternal dengan kelemahan internal dari struktur ekonomi, sosial dan politik. Kombinasi gejolak eksternal dan kelemahan internal ini telah mendorong krisis pada sektor keuangan dan sektor riil yang kemudian menimpa perbankan nasional.
Kemunduran ekonomi kapitalis yang menerapkan asas pasar bebas dan ekonomi sosialis dengan kontrol negara dalam perekonomian secara terpusat, merupakan titik pijak bagi perkembangan ekonomi syariah. Asas yang didepankan dalam ekonomi syariah adalah keadilan atau kesetaraan hak dan kewajiban, peniadaan segala bentuk penindasan atau penggerogotan terhadap pihak lain, serta memiliki dimensi sosiologis. Pilar utama perekonomian syariah adalah perbankan syariah.
B. Permasalah
                 Indonesia adalah negara dengan mayoritas umat islam yang cukup banyak yaitu sebesar 202.867.000jiwa  (88,2 % dari total penduduk). Melihat hal tersebut, Indonesia merupakan potensi pasar yang besar bagi perbankan syariah. Namun yang terjadi saat ini, pasar perbankan di Indonesia masih kalah oleh Malaysia dan Pakistan. Masih banyak umat islam Indonesia yang memakai sistem bank konvensional bahkan untuk tabungan haji.  Padahal MUI sudah mengharamkan bunga bank konvensional dan menyerukan agar umat islam beralih ke bank syariah. Bila dikaji lebih dalam terdapat 5 permasalahan yang membuat pasar perbankan syariah di Indonesia kurang berkembang yaitu sebagai berikut:

1) Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat
Masyarakat banyak yang tidak memahami perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional. Masyarakat hanya diberi tahu kalau bunga bank konvensional riba tapi tidak mengerti mengapa bunga bank tersebut dikategorikan riba.
Istilah-istilah bank syariah seperti mudharabah, muarhabah, ijarah, dll pun masih kurang populer di masyarakat.
2) Pendidikan mengenai perbankan syariah sulit didapatkan
                                                                                                                                                                                                     1
Tidak banyak kursus atau pelatihan yang tersedia mengenai perbankan syariah, selama ini pendidikan bank syariah terbatas pada seminar-seminar singkat saja. Di fakultas ekonomi di universitas terbesar seperti Universitas Indonesia pun, masih belum banyak mata kuliah tentang perbankan syariah. Karena memadukan ilmu syariah dan ilmu ekonomi, banyak ahli di salah satu kedua bidang tersebut kurang memahami bidang lainnya. Sertifikasi pendidikan tenaga kerja di bidang ekonomi syariah juga bukan persyaratan untuk berkerja di bank syariah.

3)Bank Syariah lebih mengedepankan tujuan profit daripada fungsi sosialnya
Terdapat kasus dimana bank syariah memberikan sistem bagi hasil yang memberatkan nasabah. Bagi hasil dinilai dari penjualan dan bagian untuk bank syariah terlalu besar. Kondisi ini akhirnya membuat pengusaha terutama UKM beralih ke bank konvensional yang memberikan kredit berbunga kecil untuk UKM karena beban bunganya dirasa lebih ringan. Banyak juga terdapat kasus, pengusaha pura-pura rugi agar tidak membayar bagi hasil untuk bank syariah. Hal ini semakin mendorong bank syariah untuk memakai sistem bagi hasil dari penjualan.
Karena inggin meniru produk bank konvensional, bank syariah meniru sistem obligasi dan kartu kredit. Dimana semestinya pinjaman dari bank syariah seharusnya untuk kredit produktif dan UKM bukan untuk kredit konsumtif dan konglomerat. Bila dari kredit konsumtif seperti kartu kredit, maka sulit diketahui darimana cara pembagian hasilnya yang sesuai syariah, hanya bisa ditagih biaya administrasi saja, karena selain itu adalah riba (pengembalian pinjaman melebihi pokok).
4)Peraturan mengenai Bank Syariah belum memadai
UU PPh 2008 menyebutkan bahwa terdapat peraturan perpajakan khusus untuk bank syariah namun hingga kini peraturan tersebut belum diterbitkan. UU PPN yang lama (sebelum diperbaharui dengan UU no 42 Thn 2009) tidak menspesifikasi pertauran tentang perbankan syariah.  Secara general, UU PPN pasal 4 hanya membebaskan jasa pembiayaan dari jasa yang terkena PPN yang akhirnya membuat permasalahan pada transaksi murahabah. Pada transaksi murahabah, yang sepintas mirip sewa guna usaha dengan hak opsi, dianggap terjadi transaksi jual-beli sehingga terkena PPN. Hal ini sangat merugikan bank syariah karena mereka walaupaun tidak menganggap transaksi murahabah sebagai jasa pinjaman denagn imbalan bunga namun akibat beban PPN terhadap transaksi tersebut akan menimbulkan dampak ekonomi beralihnya nasabah dari transaksi tersebut. UU PPn 2009 sudah memberikan netralitas denagn membebaskan transaksi murahabah dari PPN. Namun belum mengatur transaksi-transaksi lainnya.

PSAK pun kesulitan dalam membuat standar akuntansi untuk bank syariah karena selama ini PSAK hanya berkiblat pada FASB (standar akuntansi USA). Laporan keuangan bank syariah terbesar seperti Bank Syariah Mandirihanya memperhatikan PSAK no. 59 yang mengatur akuntansi bank syariah secara umum dan PSAK no 101 tentap susunan laporan keuangannya. Sedangkan PSAK No. 102-110 belum diadopsi secara luas.

5) Sarana dan Prasarana masih kalah dibandingkan bank konvensional
Bank syariah masih sulit ditemui cabangnya terutama bila bersaing dengan cabang-cabang bank konvensional.  Banyak bank konvensional yang satu atap dengan cabang syariahnya.

2
 Hal ini membuat ketidakjelasan akan pemisahan dana yang dikelola untuk sistem
perbankan syariah dengan yang dikelola oleh sistem perbankan konvensional.

Dengan memperhatikan hal-hal di atas, semoga perbankan syariah di Indonesia dapat berbenah diri  sehingga perbankan syariah dapat terus berkembang dengan tidak melupakan tujuan aslinya yaitu memberikan fasilitas lembaga keuangan masyarakat yang terbebas dari unsur riba dan unsur haram lainnya

2. TUJUAN BANK BNI SYARIAH

Perbankan BNI syariah atau perbankan Islam (al-Mashrafiyah al-Islam iyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha
media atau hiburan lain-lain.
Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam , namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia
Ada beberapa tujuan dari perbankan Islam . Diantara para ilmuwan dan para professional Muslim berbeda pendapat mengenai tujuan tersebut.
Menurut Handbook of Islam ic Banking, perbankan Islam ialah menyediakan fasilitas keuangan dengan cara mengupayakan instrument-instrumen keuangan (Finansial Instrumen) yang sesuai denga ketentuan dan norma syari’ah. Menurut Handbook of Islam ic Banking, bank Islam berbeda dengan bank konvensional dilihat dari segi partisipasinya yang aktif dalam proses pengembangan sosial ekonomi negara-negara Islam yang dikemukakan dalam buku itu, perbankan Islam bukan ditujukan terutama untuk memaksimalkan keuntungannya sebagaimana halnya sistem perbankan yang berdsarkan bunga, melainkan untuk memberikan keuntungan sosial ekonomi bagi orang-orang muslim. Dalam buku yang berjudul Toward a Just Monetary System, Muhammad Umar Kapra mengemukakan bahwa suatu dimensi kesejahteraan sosial dapat dikenal pada suatu pembiayaan bank. Pembiayaan bank Islam harus disediakan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam . Usaha yang sungguh-sungguh yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa pembiayaan yang dilakukan bank-bank Islam tidak akan meningkatkan konsentrasi kekayaan atau meningkatkan konsumsi meskipun sistem Islam telah memiliki pencegahan untuk menangani masalah ini.
Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh pengusaha sebanyak-banyaknya yang bergerak dibidang industri pertanian dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
Para banker Muslim beranggapan bahwa peranan bank Islam semata-mata komersial berdasarkan pada instrumen-instrumen keuangan yang bebas bunga dan ditunjukkan untuk menghasilkan keuangan finansial. Dengan kata lain para banker muslim tidak beranggapan bahwa suatu bank Islam adalah suatu lembaga sosial, dalam suatu wawancara yang dilakukan oleh Kazarian, Dr Abdul Halim Ismail, manajer bank Islam Malaysia berhaj, mengemukakan,

3
(sebagaimana bisnis muslim yang patuh, tujuan saya sebagai manajer dari bank tersebut (bank Malaysia Berhaj) adalah semata-mata mengupayakan setinggi mungkin keuntungan tanpa menggunakan instrumen-instrumen yang di ambil dari pihak nasabah berdasarkan bunga).

Dorongan Perbankan Islam didasarkan pada keinginan untuk tunduk kepada Instruksi Ilahi pada semua transaksi, terutama yang melibatkan pertukaran uang uang. Namun, akan sangat tidak adil untuk membatasi Perbankan Islam untuk penghapusan riba saja.
Riba hanyalah salah satu elemen yang tidak diinginkan utama dari suatu transaksi ekonomi, yang lainnya adalah gharar (ketidakpastian) dan Qimar (spekulasi). Sementara penghapusan aspek-aspek yang tidak pantas dalam transaksi memang tujuan penting dari sistem perbankan Islam , itu tidak berarti tujuan akhirnya.
Di jantung Perbankan Islam adalah suatu sistem transaksi komersial yang tidak hanya menyediakan mode Halal transaksi komersial dengan menghindari apa yang menjengkelkan dan tidak pantas, tetapi juga menumbuhkan etika, praktek yang adil dan adil.
Unsur kunci dari ekonomi Islam adalah distribusi manfaat yang adil terhadap berbagai faktor produksi. Sistem ekonomi Islam berusaha sistem keadilan Redistributif dimana konsentrasi kekayaan di tangan sejumlah orang adalah balas dan aliran uang ke dalam perekonomian fasih. Perbankan Islam , oleh karena itu, dipandang sebagai lynchpin untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial dari sistem ekonomi Islam .
1. Tujuan Adanya Bank Syariah
Bank syariah mempunyai beberapa tujuan di antaranya sebagai berikut:
a) Mengarahkan kegiatan ekonomi ummat untuk bermualamalat secara Islam , khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktek- praktek riba atau jenis- jenis usaha/ perdagangan lain yang mengandung unsure gharar(tipuan), dimana jenis usaha tersebut selain di larang dalam Islam , juga telah menimbulkan dampak negative terhadap kehidupan ekonomi rakyat.
b) Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amamt besar antara pemilik modal dengan pihak membutuhkan dana.
c) Untuk meningkatkan kualitas hidup ummat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang di arahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha
d) Untuk menaggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program utama dari Negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank syariah di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol kebersamaannya dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan consumen, program pengembangan moda kerja, dan program pengembangan usaha bersama.
e) Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi di akibatkan adanay inflasi, menghindari persaiangan yang tidak sehat antara lembaga keungan.
f) Untuk menyalamatkan ketergantungan ummat Islam terhadap bank non-syariah.





4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Bank BNI Syariah
1.  Pengertian Bank BNI Syariah
     Menurut UU No. 10 Tahun 1998 dalam buku Sofyan S. Harahap, dkk (2005 : 3), pengertian bank dan prinsip syariah sebagai berikut,
       Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam  bentuk     simpanan     dan   menyalurkannya        kepada    masyarakat      dalam   bentuk     kredit    dan    atau    bentuk-bentuk       lainnya    dalam    rangka  meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Prinsip   syariah   adalah   aturan   perjanjian   berdasarkan   hukum   Islam  antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan lainnya yang dinyatakan dengan syariah.
    Menurut Heri Sudarsono (2003 : 27), ”Bank BNI syariah adalah lembaga keuangan yang    usaha pokoknya     memberikan   kredit   dan   jasa-jasa  lain   dalam  lalu  lintas pembayaran   serta peredaran   uang   yang   beroperasi   disesuaikan   dengan   prinsip- prinsip syariah.”
2.  Fungsi bank BNI syariah
Fungsi bank syariah yaitu
Manajer investasi. Bank BNI syariah  merupakan manajer investasi dari  pemilik dana   dan  dari dana  yang dihimpunnya. Besar kecilnya pendapatan yang diterima oleh pemilik dana sangat tergantung pada pendapatan yang diterima oleh bank syariah dalam mengelola dana yang dihimpunnya serta padakeahlian, kehati-hatian dan professionalismenya Investor. Dalam penyaluran dana, bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik dana). Penyedia jasa  keuangan dan lalu lintas pembayaran. Dalam hal ini bank syariah dapat melakukan berbagai kegiatan jasa pelayanan perbankan sebagaimana lazimnya, seperti transfer uang. Pelaksana kegiatan sosial. Sebagai ciri yang meleka pada entitas keuangan syariah, bank Islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola zakat serta dana-dana sosial lainnya.
3.   Tujuan Bank Syariah
Bank syariah mempunyai beberapa tujuan diantaranya:
Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk ber-muamalat secara Islam, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan. Agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan). Dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam juga dapat menimbulkan dampak negatif  terhadap  kehidupan ekonomi rakyat.
Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan  pendapat melalui kegiatan invetasi. Gunanya agar tidak terjadi kesenjangan  yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana.
Untuk     meningkatkan   kualitas  hIdup umat  dengan  jalan  membuka  peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha. Untuk   menanggulangi  masalah
 kemiskinan,
                                                                                                                                             5
yang pada umumnya merupakan program   utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya syariah di  dalam   mengentaskan kemiskinan  ini  berupa  pembinaan   nasabah  yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program  pembinaan   pengusaha  produsen, pembinaan     pedagang perantara, program pembinaan  konsumen, program pengembangan modal kerja   dan  program pengembangan usaha bersama. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah  akan  mampu menghindari  pemanasan  ekonomi diakibatkan adanya inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan.

B. Simpanan Bank Syariah
Status modal adalah mutlak milik pemilik modal/shohibul mal dan status agen adalah orang yang mengelola modal/uang milik pemodal untuk usaha perdagangan . Namun hal ini tidak berlaku pada sistem perbankan syariah. Bank syari’ah memiliki status ganda, yaitu sebagai pemodal dan juga sebagai agen dalam satu waktu.
Bank berperan sebagai pelaku usaha, yaitu ketika pada pagi hari, bank berhubungan dengan nasabah (kreditur) pemilik modal. Namun dalam sekejap status ini berubah, dimana pada siang harinya bank berperan sebagai pemodal, yaitu jika bank berhadapan dengan pelaku usaha yang membutuhkan modal usaha. Status ganda yang diperankan oleh bank ini membuktikan bahwa akad yang sebenarnya dijalankan selama ini adalah akad hutang piutang dan bukan akad mudharabah.
Jika bank berkilah bahwa dana titipan nasabah berbentuk wadhiah yad dhamanah (barang titipan yang bisa dipergunakan), dimana bank memiliki hak untuk menggunakannya, hal itu hanyalah akal-akalan hukum saja (pemelintiran istilah dayn/qard menjadi wadi’ah) agar bank memiliki legalitas mengelola titipan uang nasabah dan selanjutnya dapat menjalankan skenario mudharabah sebagai pemilik modal. Perlu diketahui, bahwa hukum asal barang titipan adalah mubah dengan ketentuan si penerima titipan wajib menjaga amanah barang yang dititipinya dan tidak boleh menggunakan barang titipan tersebut baik seizin maupun tanpa izin pemilik barang. Apabila ketentuan ini dilanggar, maka si penerima titipan telah berkhianat karena tidak dapat menjalankan amanah.
Celakanya, dana nasabah yang berupa titipan/wadi’ah itu digunakan oleh bank untuk disalurkan kepada pihak ketiga, yaitu para pengusaha yang memerlukan modal usaha melalui skema mudharabah/bagi hasil, dimana bank bertindak sebagai pemilik modal/shohibul maal sedangkan pengusaha sebagai agen/mudharib. Kerancuan hukum mulai tampak pada skema mudharabah ini. Dana nasabah (wadi’ah) yang seharusnya dijaga dan tidak boleh dipergunakan, namun bank mempergunakannya untuk kepentingan bisnis demi mencari keuntungan dengan menyalurkan kembali kepada pihak ketiga. Dengan demikian, dalam pandangan Hukum Islam akad mudharabah versi bank syari’ah ini tidak dibenarkan dan berubah akadnya menjadi akad qard/dayn (peminjaman/piutang) karena bank memiliki hak kepemilikan utuh atas dana nasabah yang dititipkannya dan selanjutnya dana tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan kontrak bisnis yang mendatangkan keuntungan. Dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa setiap piutang yang mendatangkan kemanfaatan/ keuntungan, maka itu adalah riba.

6
Status berikutnya, yaitu bank bertindak sebagai mudharib (agen) juga tidak bisa diterima. Alasannya adalah ketika pemilik modal (nasabah) membuat kontrak mudharabah kepada pihak bank dengan cara menunjuk pihak bank sebagai pihak kedua (mudharib) yang akan mengelola dana nasabah dalam pembiayaan suatu usaha, ternyata bank melanggar kontrak tersebut. Hal ini terjadi karena bank tidak memilik usaha sektor riil yang akan mendatangkan keuntungan usaha, melainkan hanya produk perbankan yang semuanya sebatas pembiayaan dan pendanaan. Peran perbankan hanya penyalur dana nasabah dan tidak berperan sebagai pelaku usaha (mudharib) karena takut menanggung resiko usaha serta ingin mendapatkan keuntungan saja. Dikarenakan bank tidak memiliki usaha riil, maka lagi-lagi bank menyalurkan dana nasabah kepada pihak ketiga yang memerlukan modal usaha sebagaimana skema mudaharabah dengan menggunakan dana titipan nasabah (wadi’ah).

C. Kredit
1.   Pengertian Kredit
Kata “kredit” berasal dari bahasa Latin credere yang berarti percaya atau to believe  atau  to   trust.   Oleh   karena   itu, dasar pemikiran persetujuan pemberian kredit oleh suatu lembaga keuangan atau bank kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan (faith). Berikut beberapa definisi kredit:

      Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam   jangka  waktu yang    ditentukan. Menurut Undang-undang Perbankan pasal 1 ayat 11 UU No.10 tahun 1998   menyebutkan   bahwa  kredit adalah  “penyediaan uang atau tagihan yng dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank denganpihak   lain   yang   mewajibkan   pihak   peminjam   untuk   melunasi   utangnya   setelah jangka   waktu   tertentu   dengan   pemberian   bunga.”    Jika   seseorang   menggunakanjasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga.
       Menurut Tjoekam (2000:1) pengertian kredit bila dikaitkan dengan kegiatan usaha, berarti: Suatu     kegiatan memberikan  nilai ekonomi (economic value) kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan saat itu, bahwa  nilai   ekonomi yang   sama   akan   dikembalikan   kepada   kreditur (bank) setelah   jangka   waktu   tertentu sesuai   dengan   kesepakatan   yang   sudah disetujui antara kreditur (bank) dan debitur (user).
Menurut Sastradipoera (2001) dalam Tjoekam (2000:2) kredit dapat didefinisikan dengan empat cara:
a.       Kredit   dianggap   sebagai   waktu   yang   diberikan   untuk   membayar barang atau jasa yang dijual atas kepercayan.
b.      Kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan (yang disamakan dengan uang) berdasarkan persepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain  yang  dalam   hal  ini   peminjam   berkewajiban melunasi kewajibannya  setelah  jangka waktu tertentu   dengan (biasanya) sejumlah bunga yang ditetapkan lebih dahulu.
c.       Kredit adalah kepercayaan yang  diberikan berhubungan dengan kekayaan yang

   7

diserahkan atas janji pembayaran kelak.
d.      Kredit adalah dana yang tersimpan dalam perkiraan bank.

D. Bank Syariah  dan Kesejahteraan Masyarakat
Bank Syariah adalah tulang punggung berkembang atau tidaknya ekonomi syariah. Oleh karena itu kegagalan bank syariah bisa dibaca sebagai kegagalan ekonomi syariah. Ada sejumlah alasan mengapa institusi keuangan konvensional yang ada sekarang ini mulai melirik sistem syariah, antara lain pasar yang potensial karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan kesadaran mereka untuk berperilaku bisnis secara Islami.
Potensi ini menjadi modal bagi perkembangan ekonomi umat di masa datang. Selain itu, terbukti bahwa institusi ekonomi yang menerapkan prinsip syariah, mampu bertahan di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Di sektor perbankan saja misalnya, sampai tahun 2010 nanti jumlah kantor cabang bank-bank syariah diperkirakan akan mencapai 586 cabang. Prospek perbankan syariah di masa depan diperkirakan juga akan semakin cerah.
Bank-bank yang ada sekarang bisa memanfaatkan kebijakan dihilangkannya Batas Minimum Penyaluran Kredit (BMPK) untuk melakukan penyertaan pada bank lain. Ini satu kesempatan bagi bank untuk membuka unit-unit syariah. Misalnya bank A yang merupakan bank konvensional, dia bisa melakukan penyertaan di bank syariah tanpa dibatasi oleh BMPK. Di masa lalu batasnya 10 persen, sekarang tidak ada lagi.
Selain perbankan, sektor ekonomi syariah lainnya yang juga mulai berkembang adalah asuransi syariah. Prinsip asuransi syariah pada intinya adalah kejelasan dana, tidak mengadung judi dan riba atau bunga. Sama halnya dengan perbankan syariah, melihat potensi umat Islam yang ada di Indonesia, prospek asuransi syariah sangat menjanjikan. Dalam sepuluh tahun ke depan diperkirakan Indonesia bisa menjadi negara yang pasar asuransinya paling besar di dunia.
Seorang CEO perusahaan asuransi syariah asal Malaysia, Syed Moheeb memperkirakan, tahun 2008 mendatang asuransi syariah bisa mencapai 10 persen market share asuransi konvensional. Data dari Asosiasi Asuransi Syariah di Indonesia menyebutkan, tingkat pertumbuhan ekonomi syariah selama 5 tahun terakhir mencapai 40 persen, sementara asuransi konvensional hanya 22,7 persen.
Perbankan dan asuransi, hanya salah satu dari industri keuangan syariah yang kini sedang berkembang pesat. Pada akhirnya, sistem ekonomi syariah akan membawa dampak lahirnya pelaku-pelaku bisnis yang bukan hanya berjiwa wirausaha tapi juga berperilaku Islami, bersikap jujur, menetapkan upah yang adil dan menjaga keharmonisan hubungan antara atasan dan bawahan.
Bisa dibayangkan kesejahteraan yang bisa dinikmati umat jika penerapan ekonomi syariah ini sudah mencakup segala aktivitas ekonomi di Indonesia. Peluang penerapan ekonomi syariah masih terbuka luas. Belum lagi munculnya Baitul Maal Wa Tamlil (BMT)
yang tumbuh bak jamur di musim hujan, menyemarakkan dinamika perekonomian wong
cilik. Bayangkan, rentenir mulai resah dengan hadirnya BMT di pasar-pasar tradisional. Sektor riil bergulir, masyarakat terbantu, BMT bersinergi dengan Bank Syariah, mengucurkan dananya langsung ke masyarakat.

8

BAB III
PENUTUP
Bank  syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekokomi, dan prinsip kehati-hatian. Di dalam bank syariah terdapat suatu badan yang tidak ada di dalam bank-bank konvesional yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini memiliki tugas untuk meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Adrian Sutedi. Perbankan Syariah ,Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum.Ghalia Indonesia. Bogor.2009.
Hirsanuddin.Hukum Perbankan Syariah di Indonesia.Genta Press,Yogyakarta.2008.
Muhammad.Manajemen Dana Bank Syariah.Penerbit Ekonosia.Yogyakarta,2004.
Syaiful Watni,Suradji,Sutriya. Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perbankan Syariah di Indonesia.Badan Pembinaan Hukum Nasional,Jakarta,2003.
Warkum Sumitro. Asas-asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait.Bamui,Takaful dan Pasar Modal Syariah di Indonesia. PT.RajaGrafindo Persada,Jakarta,2004.
Tim Penulis DSN MUI,Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional,Jakarta,DSN MUI dan Bank Indonesia.
Peraturan :
Undang-Undang No.21 Tahun 2008
Undang-Undang No.10 Tahun 1998
Undang-Undang No.7 Tahun 1992


                                                                                                                                                              9








 Syva Tabibah



    @Syva_Iconia



Tidak ada komentar:

Posting Komentar